Hari-hari bersamanya (2)

“Kenangan tiga belas hari pasien terkonfirmasi positif Covid 19”

Kalau baru baca, mending baca dulu bagian satu ya. Biar nyambung.

Nah kira-kira di hari ke tiga atau empat (lupa tepatnya) sejak isoman di hotel, indera penciuman dan perasa saya mulai menurun sensitifitasnya. Jeeng jeeeenggg… Benernya nggak kaget juga sih. Karena room mate saya sudah hilang duluan indera penciuman dan perasa. Jadi mindset sudah saya persiapkan kalau akhirnya saya pun seperti itu.

Continue reading

Hari-hari bersamanya (1)

“Kenangan tiga belas hari pasien terkonfirmasi positif Covid 19”

Tiga belas hari ini terhitung sejak hasil swab pertama saya keluar. Kalau dihitung sejak si unyil covid 19 bersarang di tubuh ya entah berapa hari. Benernya ini late post sih. Karena saya sudah Negatif sebulan lalu. Maklum, memang passion saya menulis mulai memudar (hueek), akhirnya baru sekarang terpublish.

Pada dasarnya sejak awal pandemi saya tidak terlalu parno dengan Covid19 (tapi tetap menjaga protokol loh), namun tetep saja deg deg ser ketika akhirnya di-mention sebagai salah satu yang kontak erat dengan pasien terkonfirmasi dan harus swab. Oh meen… Oke..Fine.. Tarik nafas dan keluarkan perlahan…

Akhirnya hari S tiba juga.

Continue reading

Burn Out? Mampir sini bentar…

Kalau kata internet sih burn out atau job burn out itu semacam sindrom yang disebabkan rutinitas pekerjaan dan bisa mengakibatkan stres atau depresi. Sepertinya sindrom semacam ini bisa menyerang siapa aja ya.. Direktur, manajer, bahkan satpam juga bisa kena kalau udah urusannya sama rutinitas. Ya namanya manusia. Ada kalanya semangat naik, ada kalanya semangat turun. Harga emas aja kadang naik kadang turun kok… #eh

Efeknya kalau udah burn out itu katanya mudah capek, nyeri, mudah emosi, sensi-an, rasanya pengen nyolot aja. Dampak lebih jauhnya akhirnya merosot deh prestasi kerja. Datang kantor telat, pulangnya paling awal. Deadline dimolor-molorin, males-malesan dan sebagainya. Intinya produktivitas menurun deh.

Biar nggak burn out gimana donk?

Continue reading

“Ilmu mereka berkah” (kisah penuh keteladanan tentang ketawadhuan para ustadz)

ilmu-padi-tawadhu.jpg

Suatu ketika saya menghadiri kajian rutin di rumah salah seorang ustadz saya sekitaran Sidoarjo kota. Selepas kajian, ada jamaah yang membawa nasi uduk empal dan es cao. Sementara menunggu sajian disiapkan, Al Ustadz bercerita kesana kemari. Memang momen seperti ini yang saya gemari. Karena situasinya ngobrol santai, sering kali ustadz memberi kisah berfaedah yang mungkin tak tersampaikan saat kajian.

Seperti pada siang itu. Beliau berkisah mengenai ketawadhu’an para ustadz yang mungkin menjadi sebab keberkahan ilmu mereka. Saya akan coba tuliskan kisah mereka tanpa menyebut nama. Karena saya khawatir para ustadz yang dimaksud tidak berkenan kisahnya dipublikasikan ke internet. Di samping itu, menghindari kekaguman berlebih-lebihan. Meningat mereka semua masih hidup. Sedangkan kita dinasehatkan untuk tidak terlalu ghulluw dalam mengidolakan orang yang masih hidup. Karena orang hidup masih mungkin terjerembab dalam kesalahan.

Pertama, beliau berkisah tentang seorang ustadz kibar yang memiliki kebiasan membaca berjam-jam, Continue reading

Setiap perkataan ada tempatnya (Episode: mabuk politik)

Haram Duduk Di Meja Yang Dihidangkan Khamr

Saya mengikuti sebuah grup Whatsapp yang khusus membahas masalah kesehatan, terapi kesehatan, dan herbal. Pengampunya salah seorang ustadz yang sudah cukup lama bergelut di bidang itu. Beliau sendiri juga punya klinik bekam yang dikelola oleh terapis-terpis binaannya.

Tapi namanya grup campur aduk bin gado-gado, ada saja member grup yang posting masalah-masalah yang tidak terkait dengan tujuan grup itu dibuat. Ada yang nge-share amalan-amalan gak jelas tuntunannya, ada yang nge-share artikel yang ending-nya ditutup dengan “jangan sampai berita ini berakhir padamu. Sebarkan untuk kebaikan bersama”, dan yang paling sering adalah postingan politik.

Khusus masalah postingan politik ini sering menimbulkan keramaian dan respon yang bermacam-macam. Ketika diingatkan supaya fokus pada tujuan grup dibuat, langsung kayak kebakaran bulu kaki. Yang mengingatkan langsung dicap tidak peduli dengan umat, tidak peduli dengan agama, dan lain sebagainya. Bahkan ada yang ngeles ketika diingatkan bahwa grup ini bukan untuk membahas politik. Mereka ngeles-nya “Politik itu dampaknya ke mana-mana. Dalam Islam juga diajarkan tentang politik. Jadi jangan alergi dengan politik. Ini juga termasuk dakwah!”

Haduuh.. Orang mabuk ciu aja bisa kembali sadar setelah pengaruh ciu nya hilang. Lha ini orang mabuk politik kok nggak bisa sadar-sadar. Mabuk dimana-mana. Susah sadarnya.

Maka benarlah perkataan “likulli maqoolin maqoomun wa likulli maqoomin maqoolun” yang artinya “setiap perkataan ada tempatnya dan tiap tempat ada perkataannya”. Tidak boleh dalam setiap waktu dan setiap tempat kita berbicara yang tidak sesuai konteksnya. Itu adab bro!

Saya istilahkan mabuk politik itu kalau sudah tidak bisa menempatkan kapan dan dimana orang itu membahas politik ya. Bahkan sampe cela mencela gegara politik.

Di dalam Islam tidak dilarang berpolitik. Namun politik yang bagaimana? Ya politik yang sesuai syar’i. Siyasah syar’iyyah. Bukan politik praktis yang saling menjatuhkan, saling berebut suara dengan menghalalkan segala macam cara, menyamakan suara ulama dengan suara pelacur. Semua diatur dalam Islam. Termasuk politik yang sesuai syar’i. Silakan baca artikel ini.

 

Surabaya, 6 Maret 2019

 

Sumber gambar: google (http://www.alamiry.net)

 

 

Belanda Memang “Gila”

Mengawal kegiatan pemetaan areal perkebunan dengan foto udara membuat saya berpikir bahwa Belanda memang “gila”. Dalam aktivitas ini saya harus ikut jalan-jalan ke areal2 kebun peninggalan walondo… IT bukan cuma coding dan duduk di depan komputer brader… wehehehe…
Hitung2 sejenak melepas kebosanan akan macetnya jalur sidoarjo-surabaya… :p
Lumayan juga buat bernostalgia masa lalu saat masih sering naik gunung…

Dari “jalan-jalan” dan melihat hasil foto udara, saya berpikir Londo dulu memang “keren” bisa mengetahui daerah ini cocoknya ditanami pohon ini itu. Daerah yang mungkin dulu dianggap sebagai daerah antah berantah pun dijelajah dan dipelajari kesesuaian tanamannya kemudian ditanami dengan tanaman. “Hasil kerja” mereka itu masih bisa dilihat dan dinikmati bangsa kita hingga sekarang. Belum lagi kalau kita ngomong masalah jalur rel kereta api “karya” mereka. Wuiih…

Continue reading

Aku menulis, maka aku ada

Dulu waktu kecil saya sering mainan mesin ketik Bapak saya buat nulis2 semacam cerpen dan semisalnya. Sempat juga sih dikirim ke tabloid Gatotkaca. Tapi cuma ngirim, tanpa pernah dimuat. Sekadar info, tabloid Gatotkaca itu “underbow” nya koran harian Kedaulatan Rakyat. Itu tuh, koran yang melegenda di rakyat ngayogyakarto dengan rubrik Sungguh Sungguh Terjadi-nya yang fenomenal. Letak rubriknya di pojok kanan bawah.

Mungkin karena terbawa kesenangan bermain mesin ketik itu akhirnya membuat saya senang dengan kegiatan menulis. Entah ketika pelajaran Bahasa Indonesia atau menulis di blog. Sudah beberapa kali punya blog yang jadi ajang iseng menulis. Alhamdulillah jumlah pengunjungnya selalu stabil. Stabil di bawah maksudnya.

Continue reading

Dan memang harus berpisah…

Pagi itu seseorang mengirim WA kepada saya sebuah screenshot status FB seorang kawan kami yang lain. Sebuah status yang nyinyir dengan agama. Tak heran bagi saya melihat status tersebut. Karena beberapa tahun terakhir saya lihat postingan-postingannya di FB selalu nyinyir dengan hal-hal berbau agama, khususnya Islam. Ya memang sih dia bukan pemeluk agama Islam.

Hal itu mengingatkan saya dengan beberapa kawan saya yang lain. Satunya hobi mencela pemerintah dengan bumbu agama, satunya lagi hobi nyinyirin agama dengan dalih toleransi, sedangkan yang lain sering posting masalah agama. Ada pula yang masih nampak biasa-biasa saja seolah tak berubah dari dulu. Selain itu ada pula, dan cukup banyak, yang mulai punya hobi pamer materi… hahaha…

Mereka kebanyakan kawan lama. Kawan dulu bersendau gurau. Sebagiannya kawan bertukar pikiran. Sebagian pula kawan berpeluh dan tertawa bersama.

Namun semakin ke sini semakin terlihat persamaan dan perbedaan dengan saya. Wajar sih. Tak mungkin orang akan sama selamanya…

Beberapa momen kejadian sering kali menampakkan identitas kawan-kawanku kini. Contoh saja momen pilpres 2014. Membuka isi pikiran mereka yang mungkin sebagiannya sempat membuat shock hingga berpikir “ooh begini toh aslinya dia sekarang”…yang terlihat baik namun ternyata begitu bencinya dengan agama yang saya anut.

Atau ada lagi momen demo angka cantik 212 dan lain sebagainya.

Continue reading

Cinta NKRI Di Kajian Salafi

Dulu ketika masih sekolah, setiap hari Senin saya mengikuti upacara bendera. Salah satu manfaatnya “katanya” adalah untuk memupuk kecintaan kita kepada NKRI. Yaa mungking ada benarnya. Namun berapa persen pelaku upacara bendera yang memang benar-benar menghayati hingga akhirnya terpupuk rasa cinta NKRI-nya? Belum pernah ada statistik yang menunjukkan informasi itu sih…

Begitu pula, sepertinya belum ada penelitian ilmiah yang meneliti seberapa besar dampak upacara bendera dalam kaitannya dengan kecintaan terhadap NKRI. Walhasil, para pelaku upacara bendera di sekolah melakukan kegiatan rutin upacara hanya karena kuatir mendapat hukuman semata. Saya termasuk yang tipe ini…hehehe..

Anehnya, rasa cinta NKRI saya terpupuk justru dari kajian-kajian manhaj Salaf (atau biasa disebut Salafi). Lho kok bisa?

Continue reading

Kajian Salafi tidak ilmiah?

Ada teman yang share video ini lalu tanya pendapat saya:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=302179747245334&id=1552475198334094 (kalau belum dihapus ya)

Tentu saya sebenarnya tidak layak lah ditanyai pendapat seperti itu…

Tapi melihat video itu saya agak senyum-senyum sendiri lihat pernyataan Om Nadir tersebut…

Apa tidak kebalik ya ? 🤔

Kalau kajian HTI, ikhwani (PKS) saya no comment…karena memang saya tidak mengikuti kajian/halaqoh-halaqoh mereka..

Tapi kalau kajian2 ustadz bermanhaj salaf saya sering mengikuti, baik langsung hadir di majelis ta’lim atau melalui video/audio/artikel.

Justru saya merasakan di kajian yang saya ikuti tersebut malah terbiasa memberikan wacana semua dalil…kemudian disimpulkan mana yg lebih rojih…ibaratnya ustadz tersebut tidak menyampaikan sesuatu di luar fatwa ulama… tapi hanya “copas” dari ulama.. “ulama A mengatakan begini ulama B begini .. setelah kami kaji, yg lebih kuat adalah pendapat ulama B..”.. metode seperti itu merupakan hal biasa di kajian salafi. Tidak seperti yang disangkakan Om Nadir tadi. Ilmiah dan amanah bukan?

Bahkan kalau itu perkara khilaf mu’tabar, akan disampaikan “tp ini perkara khilaf mu’tabar.. jd kita harus saling menghormati yg beda pendapat”… adem bukan?

Jika mau bukti, bisa dicek dengan mudah pada artikel-artikel di website bermanhaj salaf seperti rumaysho.com , konsultasisyariah.com, muslim.or.id , almanhaj dll…

Trus kalau video, banyak juga di youtube pada channel-channel seperti Rodja, Yufid atau kajian-kajian asatidz seperti ustadz Yazid, ustadz Abdul hakim amir abdat, ustadz Firanda, ustadz Nuzul Dzikri, ustadz Fadlan Fahamsyah dan yang semisal…tapi coba dilihat secara utuh yaa ..karena kadang video dipotong cuma pas kesimpulan hukumnya aja… Coba dilihat video utuhnya… syukur-syukur datang langsung ke pengajiannya….insyaallah bakal tahu apa bener yang disampaikan om Nadir tadi 😬

Nah justru yang saya tau, malah ormasnya om Nadir yang biasanya mengajari taqlid buta…tidak menyampaikan berbagai pendapat ulama tapi menggunakan metode “pokoke begini”…”wes manut wae ro kyai ..ra mgkin kyai njebloske kowe” .. memang sih beberapa ustadz ormas tersebut sekarang sudah menggunakan model menyampaikan semua dalil lalu disampaikan mana yang dipilih.. tapi mayoritas ustadz ormasnya om Nadir masih mengajarkan taqlid buta… nggih menopo nggih?

Ah sayangnya videonya hilang..saya pernah lihat video ustadz dari ormas tersebut yang mengatakan begini, “wes sampean gak usah tekon-tekon dalil…tak wenei dalil malah bingung.. ora ora nek kyai arep njebloske sampean” …

Makanya saya senyum2 sendiri melihat video tersebut.. karena om Nadir seperti sedang menepuk air, terpercik muka sendiri..

***

Sidoarjo, 22 September 2018 / 12 Muharrom 1440H