Masih tentang apresiasi

Masih tentang apresiasi…

Kantor kami menerapkan ERP SAP sejak kira-kira tahun 2018. Secara bertahap, modul demi modul berhasil go live. Saya memang tidak mengawal pada proses tersebut. Baru tahun 2020 saya “ketiban sampur” meneruskan perjuangan pengawalan implementasi SAP. Tentu sudah lebih ‘mapan’ dibanding pada saat awal-awal implementasi.

Meski begitu, bukan berarti meneruskan implementasi SAP yang sudah berjalan itu perkara mudah. Internalisasi masih harus terus digalakkan, kesadaran tentang ‘garbage in, garbage out’ juga perlu terus disampaikan, dan tak kalah pentingnya adalah entry transaksi SAP secara cepat alias realtime.

Khusus terkait transaksi realtime SAP ini kami sampai rutin mengeluarkan daftar peringkat kebun-kebun dari kebun yang paling realtime hingga yang kurang realtime. Setiap selepas closing kami evaluasi transaksi semua kebun di bulan itu untuk menghasilkan rangking tadi.

Awalnya unit kebun tidak terlalu “menganggap” rangking hasil monitoring evaluasi tadi. Tapi dengan upaya tanpa henti untuk mengampanyekan pentingnya transaksi yang realtime, kini semua unit kebun selalu aware dengan peringkat monitoring evaluasi transaksi realtime tersebut. Bahkan sebagian unit kebun menggunakan rangking tersebut untuk pertimbangan pemberian insentif kepada petugas end user SAP nya.

Sejak tahun lalu kami tak hanya memberikan laporan daftar rangking saja, namun kami mencoba memberikan apresiasi atau penghargaan bagi kebun dan end user terbaik. Supaya lebih greget maksudnya. Hehe..

Nah, Kamis lalu kami memberikan apresiasi kepada kebun dengan skor transaksi realtime tertinggi selama 2022 dan juga best end user SAP di tiap modul. Apresiasi untuk end user diserahkan oleh perwakilan key user kantor pusat dan saya “kedapuk” menyerahkan penghargaan pada kategori kebun dengan transaksi realtime tertinggi.

Bukan mobil atau rumah, hanya kenang-kenangan tak terlalu mahal. Yang penting bisa memberikan kebanggaan bagi kebun maupun end user yang meraihnya. Harapannya selain untuk memberikan penghargaan atas jerih payah mereka juga memacu kebun dan end user lain untuk meningkatkan performanya. Karena sekali lagi, sekecil apapun apresiasi yang diberikan pasti akan berdampak positif.


Great!
#sap #teamwork #technology #apresiasi

Rayakan pencapaian untuk sebuah apresiasi

Merencanakan dan menghasilkan Short Term Win serta merayakan pencapaian merupakan salah satu framework transformasi perusahaan. Itu saya kutip dari Bapak Zulkifli Zaini, Komisaris Utama PT Perkebunan Nusantara III (Holding), pada saat memberikan materi “Transformasi dan Strategi” dalam acara Rakor Bidang SDM dan TI PTPN Group beberapa waktu lalu di Yogyakarta. Selaras dengan itu, motivator Remaja Tampubolon di acara yang sama menyampaikan pentingnya apresiasi atas pencapaian-pencapaian tertentu.

Menentukan short-term win memang perlu. Agar tim tidak jenuh seolah mengejar “never ending goals”. Dan jangan lupa merayakan di setiap pencapaian etape sebagai bentuk apresiasi atas keringat yang telah kita cucurkan untuk pencapaian tersebut.
Yang penting tak berlebihan dalam merayakan hingga lupa bahwa masih ada pencapaian-pencapaian berikutnya yang harus dikejar dengan bergegas.

Beberapa hari lalu kami merayakan salah satu pencapaian atas short term win tersebut. Sebuah pencapaian yang dikawal bersama pada tahun 2022. Best IT Maturity 2022 level Holding Perkebunan Nusantara, Top Digital Award 2022, dan sertifikasi ISO 27001:2013.
Sederhana saja. Beli pizza dan makan bersama sambil bercengkerama tertawa. Tak harus mahal. Bahkan mungkin lain waktu cukup gorengan dan jajan pasar. Yang penting semua bahagia dan merasa jerih payahnya diakui.
Selepas itu, kembali mengencangkan tali sepatu untuk segera mengejar “win” berikutnya sebagai perwujudan continuous improvement.

Lelah? Pasti. Tapi itulah harga yang harus dibayar.

Hari-hari bersamanya (2)

“Kenangan tiga belas hari pasien terkonfirmasi positif Covid 19”

Kalau baru baca, mending baca dulu bagian satu ya. Biar nyambung.

Nah kira-kira di hari ke tiga atau empat (lupa tepatnya) sejak isoman di hotel, indera penciuman dan perasa saya mulai menurun sensitifitasnya. Jeeng jeeeenggg… Benernya nggak kaget juga sih. Karena room mate saya sudah hilang duluan indera penciuman dan perasa. Jadi mindset sudah saya persiapkan kalau akhirnya saya pun seperti itu.

Continue reading

Hari-hari bersamanya (1)

“Kenangan tiga belas hari pasien terkonfirmasi positif Covid 19”

Tiga belas hari ini terhitung sejak hasil swab pertama saya keluar. Kalau dihitung sejak si unyil covid 19 bersarang di tubuh ya entah berapa hari. Benernya ini late post sih. Karena saya sudah Negatif sebulan lalu. Maklum, memang passion saya menulis mulai memudar (hueek), akhirnya baru sekarang terpublish.

Pada dasarnya sejak awal pandemi saya tidak terlalu parno dengan Covid19 (tapi tetap menjaga protokol loh), namun tetep saja deg deg ser ketika akhirnya di-mention sebagai salah satu yang kontak erat dengan pasien terkonfirmasi dan harus swab. Oh meen… Oke..Fine.. Tarik nafas dan keluarkan perlahan…

Akhirnya hari S tiba juga.

Continue reading

Burn Out? Mampir sini bentar…

Kalau kata internet sih burn out atau job burn out itu semacam sindrom yang disebabkan rutinitas pekerjaan dan bisa mengakibatkan stres atau depresi. Sepertinya sindrom semacam ini bisa menyerang siapa aja ya.. Direktur, manajer, bahkan satpam juga bisa kena kalau udah urusannya sama rutinitas. Ya namanya manusia. Ada kalanya semangat naik, ada kalanya semangat turun. Harga emas aja kadang naik kadang turun kok… #eh

Efeknya kalau udah burn out itu katanya mudah capek, nyeri, mudah emosi, sensi-an, rasanya pengen nyolot aja. Dampak lebih jauhnya akhirnya merosot deh prestasi kerja. Datang kantor telat, pulangnya paling awal. Deadline dimolor-molorin, males-malesan dan sebagainya. Intinya produktivitas menurun deh.

Biar nggak burn out gimana donk?

Continue reading

Ternyata aku bukan penulis

Lama tidak “nyambangi” blog saya sendiri dan kini iseng “nyambangi” karena beberapa hari lalu ada teman yang WA saya mengirim screenshot blog saya. Entah bagaimana dia nemuin blog saya. Tapi karena WA dia itu saya jadi inget “eh iya ya.. saya masih punya blog…” … hehe..

Setelah saya tengok sejenak, ternyataaaa saya terakhir kali mengisi relung hati blog ini dengan tulisan adalah lebih dari setahun yang lalu. Memang benar bahwa saya bukanlah orang yang punya passion menulis. Terkadang iri dengan mereka yang produktif menulis, tulisannya renyah dan selalu ada bahan untuk ditulis.

Sewaktu kecil saya memang sudah suka menulis. Terlepas tulisannya bagus apa tidak ya. Dulu waktu SD saya senang bermain mesin tik bapak saya untuk tulis-tulis. Menulis apapun.

Continue reading

Aku dan Kereta Api…

Dulu cukup akrab dengan suasana seperti ini… Beberapa kali “menikmati” momen-momen “berharga” di kereta api kelas “kaum proletar” ini. Kereta api dengan prinsip “siapa cepat, dia dapat kursi”.

Pernah pada tahun 2004 naik kereta dari Jakarta ke Jogja, sebenarnya ada jatah kursi di karcisnya. Tapi sudah keduluan orang lain. Pas saya protes, eh malah diceletuki dengan nada nge-gas dari belakang “Ya gini mas kereta ekonomi. Duduk aja di kursi yang masih kosong”. Padahal space kosong cuma ada di lorong dan bordes. Ntapz deh..

Banyak hal unik memang. Mulai dari bakul sego pecel yang langsung di racik di tempat, penjaja kopi panas yang juga diracik “barista” ketika ada yang pesan, hingga pengamen yang sukanya mbangunin penumpang yang pura-pura tidur karena nggak punya receh.

Tidur di depan toilet gerbong sepanjang perjalanan pun pernah sewaktu on de wey mau naik Gunung Agung Bali tahun 2007/2008 an kalau nggak salah. Sampai basecamp dilarang naik gegara ada badai hingga jatuh korban pendaki hilang dari Bandung. Eh pulangnya ada temen kecurian tas di Stasiun Banyuwangi pas lagi tidur malam di sana.

Pernah juga dipalak pengamen yang nyambi preman. Medio 2002 ketika naik tut-tut ekonomi dari Purwokerto mau pulang Jogja selepas naik Gunung Slamet.

Back to medio 2003, pernah pula melakukan perjalanan ke timur dengan kereta ekonomi (mbak Sritanjung kalau nggak salah) pas mau naik Gunung Rinjani Lombok. Dapat bonus pegel-pegel begitu turun di stasiun Banyuwangi. Yeeeyyy…

Beberapa kali juga pernah “nginep” di Stasiun. Salah satunya Stasiun Malang pas pulang dari naik Gunung Semeru. Alhamdulillah aman, nggak seperti pas di Stasiun Bayuwangi.

Alhamdulillah sekarang kondisinya jauuuh berbeda. Jauuuuh lebih baik. Harga tiketnya memang lebih mahal. Tapi sepadan lah dengan kualitasnya. Sudah nggak ada “barista” action di atas kereta. Sudah nggak ada mbok2 ngeracik bumbu pecel di lorong kereta. Sudah nggak ada mas-mas yang nggak pegel melantunkan “Mijon Mijon”.. Pun tak ada lagi penjaja suara fals yang bukannya menghibur tapi malah bikin pengen kabur.

Meski banyak kenangan dengan momen kereta ekonomi masa lalu, tapi kayaknya nggak membuat saya kangen mengulang momen tersebut. Hehe… Sama sekali nggak kangen sama aroma keringat karena sumuk yang bercampur aroma kopi instan nan semerbak menyeruak. Ditambah bau bumbu pecel diiringi kebisingan yang baru mereda selepas malam saat penumpang tidur. Sungguh tidak ngangeni… :p

Kalau hanya karena naiknya harga tiket lalu ada yang bilang “kereta api sekarang sudah nggak merakyat, kapitalis, komersil, tidak bersahabat dengan wong cilik”, maka kita katakan: “yo kono bos, nggaweo perusahaan kreto dewe sing iso digratiske nggo wong cilik. Rego tiket murah tur huelek kualitas e, koen protes. Kualitas apik tur regone mundak sak itik, koen yo protes. Ancene koen iku isane gur protes ae”.

Kalau menurut saya, kenaikan harga tiket ekonomi masih terbilang wajar mengingat banyak perubahan dari sisi kualitasnya. Jadi jangan apa-apa diprotes lah. Hehe…

Semoga ke depan Kereta Api selalu meningkat kualitasnya. Yang masih ada kurangnya ya diperbaiki. Yang sudah baik ya ditingkatkan. Dan semoga harga tiket kereta api untuk mudik tetap terjangkau, mengingat hingga 1440 H saya masih mengandalkan Kereta Api untuk mudik, khususon KA andalan, Sancaka. 😀

Mumpung juga masih momen lebaran, saya ucapkan kepada panjenengan sekalian “Selamat Hari Raya Idul Fitri 1440 H”. Taqobbalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima amal kami dan Anda semua.

Jogja, 6 Juni 2019 (lebaran H+1)

Wisnuaji Gagat Priambada, penumpang setia kereta api (ini wajib ditulis barangkali dibaca sama pak direktur KAI lalu dikasih hadiah naik KA gratis seumur hidup … kalau nggak bisa semua kereta, cukup kereta Sancaka juga nggak apa-apa kok pak..wehehehe..ngarep mode on)

Sumber video: akun FB Prie di page SURABAYA DIGITAL CITY – SDC

“Kajian Umum: Agar Hidup Lebih Bermakna – Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A.”

Agar hidup lebih bermakna dan bahagia lakukan hal berikut:

1. Kuatkan hubungan kita dengan Allah
2. Murah senyum
3. Selektif dalam memilih teman dekat (sahabat)
4. Usahakan tidak punya hutang
5. Jadi orang yang suka membantu orang lain
6. Jadi orang yang qonaah, pandai bersyukur, dan hindari suka membandingkan dengan kehidupan orang lain
7. Berolahraga untuk menjaga kesehatan badan.
8. Tidak suka tampil/menarik perhatian (jika tidak ada keperluan)
9. Punya kegiatan sosial/proyek akhirat yang ditekuni meski cuma satu
10. Jangan suka menghukumi orang lain
11. Tidak suka mencari tahu urusan orang lain
12. Tahu bagaimana menyikapi kebencian orang lain kepada kita
13. Jangan terlalu banyak grup sosmed
14. Jika tidak mampu memenuhi permintaan orang lain, sampaikan sejak awal agar kita tidak terbebani
15. Mudah memaafkan
16. Jangan suka cari musuh
17. Jangan mudah marah
18. Jangan terlalu sering berkeluh kesah kepada manusia.

Simak kajiannya untuk penjelasan selengkapnya. Gak rugi ngeluangin satu jam-an untuk kajian full faedah yang disampaikan dengan ringan.

“Ilmu mereka berkah” (kisah penuh keteladanan tentang ketawadhuan para ustadz)

ilmu-padi-tawadhu.jpg

Suatu ketika saya menghadiri kajian rutin di rumah salah seorang ustadz saya sekitaran Sidoarjo kota. Selepas kajian, ada jamaah yang membawa nasi uduk empal dan es cao. Sementara menunggu sajian disiapkan, Al Ustadz bercerita kesana kemari. Memang momen seperti ini yang saya gemari. Karena situasinya ngobrol santai, sering kali ustadz memberi kisah berfaedah yang mungkin tak tersampaikan saat kajian.

Seperti pada siang itu. Beliau berkisah mengenai ketawadhu’an para ustadz yang mungkin menjadi sebab keberkahan ilmu mereka. Saya akan coba tuliskan kisah mereka tanpa menyebut nama. Karena saya khawatir para ustadz yang dimaksud tidak berkenan kisahnya dipublikasikan ke internet. Di samping itu, menghindari kekaguman berlebih-lebihan. Meningat mereka semua masih hidup. Sedangkan kita dinasehatkan untuk tidak terlalu ghulluw dalam mengidolakan orang yang masih hidup. Karena orang hidup masih mungkin terjerembab dalam kesalahan.

Pertama, beliau berkisah tentang seorang ustadz kibar yang memiliki kebiasan membaca berjam-jam, Continue reading

Setiap perkataan ada tempatnya (Episode: mabuk politik)

Haram Duduk Di Meja Yang Dihidangkan Khamr

Saya mengikuti sebuah grup Whatsapp yang khusus membahas masalah kesehatan, terapi kesehatan, dan herbal. Pengampunya salah seorang ustadz yang sudah cukup lama bergelut di bidang itu. Beliau sendiri juga punya klinik bekam yang dikelola oleh terapis-terpis binaannya.

Tapi namanya grup campur aduk bin gado-gado, ada saja member grup yang posting masalah-masalah yang tidak terkait dengan tujuan grup itu dibuat. Ada yang nge-share amalan-amalan gak jelas tuntunannya, ada yang nge-share artikel yang ending-nya ditutup dengan “jangan sampai berita ini berakhir padamu. Sebarkan untuk kebaikan bersama”, dan yang paling sering adalah postingan politik.

Khusus masalah postingan politik ini sering menimbulkan keramaian dan respon yang bermacam-macam. Ketika diingatkan supaya fokus pada tujuan grup dibuat, langsung kayak kebakaran bulu kaki. Yang mengingatkan langsung dicap tidak peduli dengan umat, tidak peduli dengan agama, dan lain sebagainya. Bahkan ada yang ngeles ketika diingatkan bahwa grup ini bukan untuk membahas politik. Mereka ngeles-nya “Politik itu dampaknya ke mana-mana. Dalam Islam juga diajarkan tentang politik. Jadi jangan alergi dengan politik. Ini juga termasuk dakwah!”

Haduuh.. Orang mabuk ciu aja bisa kembali sadar setelah pengaruh ciu nya hilang. Lha ini orang mabuk politik kok nggak bisa sadar-sadar. Mabuk dimana-mana. Susah sadarnya.

Maka benarlah perkataan “likulli maqoolin maqoomun wa likulli maqoomin maqoolun” yang artinya “setiap perkataan ada tempatnya dan tiap tempat ada perkataannya”. Tidak boleh dalam setiap waktu dan setiap tempat kita berbicara yang tidak sesuai konteksnya. Itu adab bro!

Saya istilahkan mabuk politik itu kalau sudah tidak bisa menempatkan kapan dan dimana orang itu membahas politik ya. Bahkan sampe cela mencela gegara politik.

Di dalam Islam tidak dilarang berpolitik. Namun politik yang bagaimana? Ya politik yang sesuai syar’i. Siyasah syar’iyyah. Bukan politik praktis yang saling menjatuhkan, saling berebut suara dengan menghalalkan segala macam cara, menyamakan suara ulama dengan suara pelacur. Semua diatur dalam Islam. Termasuk politik yang sesuai syar’i. Silakan baca artikel ini.

 

Surabaya, 6 Maret 2019

 

Sumber gambar: google (http://www.alamiry.net)