“Kajian Umum: Agar Hidup Lebih Bermakna – Ustadz Dr. Firanda Andirja, Lc, M.A.”

Agar hidup lebih bermakna dan bahagia lakukan hal berikut:

1. Kuatkan hubungan kita dengan Allah
2. Murah senyum
3. Selektif dalam memilih teman dekat (sahabat)
4. Usahakan tidak punya hutang
5. Jadi orang yang suka membantu orang lain
6. Jadi orang yang qonaah, pandai bersyukur, dan hindari suka membandingkan dengan kehidupan orang lain
7. Berolahraga untuk menjaga kesehatan badan.
8. Tidak suka tampil/menarik perhatian (jika tidak ada keperluan)
9. Punya kegiatan sosial/proyek akhirat yang ditekuni meski cuma satu
10. Jangan suka menghukumi orang lain
11. Tidak suka mencari tahu urusan orang lain
12. Tahu bagaimana menyikapi kebencian orang lain kepada kita
13. Jangan terlalu banyak grup sosmed
14. Jika tidak mampu memenuhi permintaan orang lain, sampaikan sejak awal agar kita tidak terbebani
15. Mudah memaafkan
16. Jangan suka cari musuh
17. Jangan mudah marah
18. Jangan terlalu sering berkeluh kesah kepada manusia.

Simak kajiannya untuk penjelasan selengkapnya. Gak rugi ngeluangin satu jam-an untuk kajian full faedah yang disampaikan dengan ringan.

“Ilmu mereka berkah” (kisah penuh keteladanan tentang ketawadhuan para ustadz)

ilmu-padi-tawadhu.jpg

Suatu ketika saya menghadiri kajian rutin di rumah salah seorang ustadz saya sekitaran Sidoarjo kota. Selepas kajian, ada jamaah yang membawa nasi uduk empal dan es cao. Sementara menunggu sajian disiapkan, Al Ustadz bercerita kesana kemari. Memang momen seperti ini yang saya gemari. Karena situasinya ngobrol santai, sering kali ustadz memberi kisah berfaedah yang mungkin tak tersampaikan saat kajian.

Seperti pada siang itu. Beliau berkisah mengenai ketawadhu’an para ustadz yang mungkin menjadi sebab keberkahan ilmu mereka. Saya akan coba tuliskan kisah mereka tanpa menyebut nama. Karena saya khawatir para ustadz yang dimaksud tidak berkenan kisahnya dipublikasikan ke internet. Di samping itu, menghindari kekaguman berlebih-lebihan. Meningat mereka semua masih hidup. Sedangkan kita dinasehatkan untuk tidak terlalu ghulluw dalam mengidolakan orang yang masih hidup. Karena orang hidup masih mungkin terjerembab dalam kesalahan.

Pertama, beliau berkisah tentang seorang ustadz kibar yang memiliki kebiasan membaca berjam-jam, Continue reading

Dan memang harus berpisah…

Pagi itu seseorang mengirim WA kepada saya sebuah screenshot status FB seorang kawan kami yang lain. Sebuah status yang nyinyir dengan agama. Tak heran bagi saya melihat status tersebut. Karena beberapa tahun terakhir saya lihat postingan-postingannya di FB selalu nyinyir dengan hal-hal berbau agama, khususnya Islam. Ya memang sih dia bukan pemeluk agama Islam.

Hal itu mengingatkan saya dengan beberapa kawan saya yang lain. Satunya hobi mencela pemerintah dengan bumbu agama, satunya lagi hobi nyinyirin agama dengan dalih toleransi, sedangkan yang lain sering posting masalah agama. Ada pula yang masih nampak biasa-biasa saja seolah tak berubah dari dulu. Selain itu ada pula, dan cukup banyak, yang mulai punya hobi pamer materi… hahaha…

Mereka kebanyakan kawan lama. Kawan dulu bersendau gurau. Sebagiannya kawan bertukar pikiran. Sebagian pula kawan berpeluh dan tertawa bersama.

Namun semakin ke sini semakin terlihat persamaan dan perbedaan dengan saya. Wajar sih. Tak mungkin orang akan sama selamanya…

Beberapa momen kejadian sering kali menampakkan identitas kawan-kawanku kini. Contoh saja momen pilpres 2014. Membuka isi pikiran mereka yang mungkin sebagiannya sempat membuat shock hingga berpikir “ooh begini toh aslinya dia sekarang”…yang terlihat baik namun ternyata begitu bencinya dengan agama yang saya anut.

Atau ada lagi momen demo angka cantik 212 dan lain sebagainya.

Continue reading

Cinta NKRI Di Kajian Salafi

Dulu ketika masih sekolah, setiap hari Senin saya mengikuti upacara bendera. Salah satu manfaatnya “katanya” adalah untuk memupuk kecintaan kita kepada NKRI. Yaa mungking ada benarnya. Namun berapa persen pelaku upacara bendera yang memang benar-benar menghayati hingga akhirnya terpupuk rasa cinta NKRI-nya? Belum pernah ada statistik yang menunjukkan informasi itu sih…

Begitu pula, sepertinya belum ada penelitian ilmiah yang meneliti seberapa besar dampak upacara bendera dalam kaitannya dengan kecintaan terhadap NKRI. Walhasil, para pelaku upacara bendera di sekolah melakukan kegiatan rutin upacara hanya karena kuatir mendapat hukuman semata. Saya termasuk yang tipe ini…hehehe..

Anehnya, rasa cinta NKRI saya terpupuk justru dari kajian-kajian manhaj Salaf (atau biasa disebut Salafi). Lho kok bisa?

Continue reading

Kajian Salafi tidak ilmiah?

Ada teman yang share video ini lalu tanya pendapat saya:
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=302179747245334&id=1552475198334094 (kalau belum dihapus ya)

Tentu saya sebenarnya tidak layak lah ditanyai pendapat seperti itu…

Tapi melihat video itu saya agak senyum-senyum sendiri lihat pernyataan Om Nadir tersebut…

Apa tidak kebalik ya ? 🤔

Kalau kajian HTI, ikhwani (PKS) saya no comment…karena memang saya tidak mengikuti kajian/halaqoh-halaqoh mereka..

Tapi kalau kajian2 ustadz bermanhaj salaf saya sering mengikuti, baik langsung hadir di majelis ta’lim atau melalui video/audio/artikel.

Justru saya merasakan di kajian yang saya ikuti tersebut malah terbiasa memberikan wacana semua dalil…kemudian disimpulkan mana yg lebih rojih…ibaratnya ustadz tersebut tidak menyampaikan sesuatu di luar fatwa ulama… tapi hanya “copas” dari ulama.. “ulama A mengatakan begini ulama B begini .. setelah kami kaji, yg lebih kuat adalah pendapat ulama B..”.. metode seperti itu merupakan hal biasa di kajian salafi. Tidak seperti yang disangkakan Om Nadir tadi. Ilmiah dan amanah bukan?

Bahkan kalau itu perkara khilaf mu’tabar, akan disampaikan “tp ini perkara khilaf mu’tabar.. jd kita harus saling menghormati yg beda pendapat”… adem bukan?

Jika mau bukti, bisa dicek dengan mudah pada artikel-artikel di website bermanhaj salaf seperti rumaysho.com , konsultasisyariah.com, muslim.or.id , almanhaj dll…

Trus kalau video, banyak juga di youtube pada channel-channel seperti Rodja, Yufid atau kajian-kajian asatidz seperti ustadz Yazid, ustadz Abdul hakim amir abdat, ustadz Firanda, ustadz Nuzul Dzikri, ustadz Fadlan Fahamsyah dan yang semisal…tapi coba dilihat secara utuh yaa ..karena kadang video dipotong cuma pas kesimpulan hukumnya aja… Coba dilihat video utuhnya… syukur-syukur datang langsung ke pengajiannya….insyaallah bakal tahu apa bener yang disampaikan om Nadir tadi 😬

Nah justru yang saya tau, malah ormasnya om Nadir yang biasanya mengajari taqlid buta…tidak menyampaikan berbagai pendapat ulama tapi menggunakan metode “pokoke begini”…”wes manut wae ro kyai ..ra mgkin kyai njebloske kowe” .. memang sih beberapa ustadz ormas tersebut sekarang sudah menggunakan model menyampaikan semua dalil lalu disampaikan mana yang dipilih.. tapi mayoritas ustadz ormasnya om Nadir masih mengajarkan taqlid buta… nggih menopo nggih?

Ah sayangnya videonya hilang..saya pernah lihat video ustadz dari ormas tersebut yang mengatakan begini, “wes sampean gak usah tekon-tekon dalil…tak wenei dalil malah bingung.. ora ora nek kyai arep njebloske sampean” …

Makanya saya senyum2 sendiri melihat video tersebut.. karena om Nadir seperti sedang menepuk air, terpercik muka sendiri..

***

Sidoarjo, 22 September 2018 / 12 Muharrom 1440H

Ilmu tentang Allah adalah ilmu paling utama..

“Ilmu tentang Allah adalah ilmu yang paling utama untuk dipelajari sebelum mempelajari ilmu lainnya”

“Mempelajari tentang Allah merupakan mempelajari cabang iman paling tinggi. Jika sibuk dengan ilmu tentang Allah, maka kita sibuk dengan keimanan yang paling utama”

“Orang yang sempurna penghambaannya kepada Allah adalah orang yang beribadah kepada Allah dengan nama dan sifat Allah yang sudah dia ketahui/diilmui. Karenanya, mengenal nama dan sifat Allah adalah kebutuhan mutlak”

“Kesempurnaan kita sebagai hamba ditentukan 2 kekuatan: ilmu tentang Allah dan cinta kepada Allah.
Ilmu paling utama adalah ilmu tentang Allah.
Kecintaan paling utama adalah kecintaan kepada Allah.
Kelezatan paling tinggi adalah kelezatan karena mengenal dan mencintai Allah”

***

(Dikutip dari nasehat Ustadz Afifi Abdul Wadud hafidzahullah dengan penyesuaian kalimat tanpa mengubah makna saat Dauroh Aqidah di masjid Nidaul Fitrah 22 September 2019/12 Muharrom 1440H)

Tajamnya lisan di medsos saat berdakwah…

Saya sering melihat akun medsos yang sering menulis kalimat-kalimat tajam dalam berdakwah. Kebanyakan yang saya lihat bukanlah akun ustadz.

Entah kenapa, kalau saya pribadi sih tidak berani mau tajam-tajaman lisan di medsos…

Pertama, krn ilmu saya msh sangat dikit…didebat dikit masalah agama paling juga dah jatuh…

Kedua, banyak hati yang harus saya jaga…yaitu orang-orang di sekitar saya… masih banyak orang di sekitar saya yang masih belum ngaji, mungkin seorang pengikut ormas tertentu atau seorang sufi… entah bagaimana perasaan mereka jika saya toreh mereka dengan tajamnya lisan saya dalam berdakwah di medsos… Menjaga hati mereka tanpa harus “melacurkan manhaj” saya…tp juga tak harus setajam duri dalam berdakwah…

Ketiga, banyak guru-guru saya yg tidak menerapkan metode “lisan tajam” dalam medsos mereka.. kecuali memang dalam sebuah artikel ilmiyyah yang beliau-beliau tulis (seperti artikelnya beberapa guru saya yang tegas namun ilmiyyah..)

Keempat, saya masih perlu lebih banyak introspeksi dan memperbaiki diri. Bukan berarti tak boleh berbagi materi dakwah. Namun malu rasanya berdakwah dengan lisan tajam, namun diri ini masih berlumur dosa…

Kelima, sangat penting bagi kita memilih metode dakwah yg selaras dengan maqom kita… kita siapa? Seberapa banyak ilmu kita? Siapa yg kita hadapi? Kita tinggal dimana? Tiap orang bisa berbeda-beda jawabannya…
Bisa jadi memang ada yg harus dakwah dg cara keras karena lingkungannya sesuai… Tapi ada juga yang tidak bisa dengab cara seperti itu…

Berusaha wasoth… tanpa ghulluw ke kanan maupun ke kiri… susah memang…tapi kalau Allah sudah menolong, siapa yg bs menghalangi …

27 Agustus 2018 / 15 Dzulhijjah 1439 H

Di atas kereta Mutiara Timur

Catatan kajian bersama ustadz Abdullah Amin (Kediri) – kitab “Maadza Ba’dal Maut” ( 25 dzulqo’dah 1437 H / 28 Agustus 2016 )

Berikut ini beberapa faedah yang saya tangkap dari kajian bersama ustadz Abdullah Amin (Kediri) yang membahas kitab “Maadza Ba’dal Maut” karya Syaikh Husein bin Audah Al Awayisyah di masjid Nidaul Fithrah, Sidoarjo pada 25 dzulqo’dah 1437 H / 28 Agustus 2016 ba’da subuh: Continue reading

Catatan kajian rutin Kitab ushulussunnah bersama ustadz Abu Ghozie as-sundawi (1)

Berikut ini adalah catatan kajian Kitab Ushulussunnah bersama ustadz Abu Ghozie as-sundawi yang diselenggarakan oleh Mutiara Quran pada 10 Rajab 1437 H / 16 April 2016. Ini adalah pertemuan pertama. Rencananya kajian akan dilaksanakan rutin pada sabtu ke tiga setiap bulan ba’da Ashar.

Selamat menyimak. Continue reading